KISAH PENGORBANAN SAUBARI PAHLAWAN KEMERDEKAAN ASAL NGLONDONG

Saubari bin Haji Tohir lahir di Kabupaten Temanggung, Kecamatan Parakan, di kampung Parakan Kauman, ayahnya merupakan asli warga Desa Nglondong yang pindah ke Parakan Kauman. Singkat waktu ketika menginjak masa remaja, Saubari mengikuti ayahnya yang kembali pindah ke Desa Nglondong. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terdapat agresi militer Belanda II yang terjadi pada tahun 1948-1949, Saubari tergabung dalam masa perjuangan bersama TNI dan bahu-membahu untuk melawan dan menyingkirkan tentara Belanda yang ingin menempati kembali Tanah Air.

 

Pada saat itu Saubari dan salah satu rekanya yaitu Ahmadi, ditugaskan di pos pertahanan di Dusun Sempon, kala itu markas TNI berada di rumah Pawiro Sumarto Sudayat, kepala Desa Rejosari atau Lurah Sempon, ketika Saubari ditugaskan untuk melakukan patroli dan pengamanan di wilayah zona pertahanan, nasib buruk terjadi pada mereka, Saubari dan Ahmadi tertangkap oleh tentara Belanda karena penyamaran mereka dibongkar oleh salah satu mata-mata Belanda yang asli pribumi, mereka tertangkap di Dusun Gondangan, Desa Watukumpul, Kecamatan Parakan.

 

Tentara Belanda membawa Saubari dan Ahmadi ke Dusun Sempon, setibanya di Dusun Sempon, mereka berdua diintrogasi dan dipaksa untuk menunjukkan keberadaan para pejuang Indonesia dan markas TNI di sekitar Kecamatan Parakan. Dengan jiwa kesatria dan kepahlawananya Saubari dan Ahmadi bungkam dan tidak memberi tahu keberadaan markas pejuang dan TNI kepada tentara Belanda demi melindungi bangsa Indonesia. Hingga nasib berkata lain, karena kedua pahlwan tersebut tidak memberikan informasi, kedua pahlawan tersebut dieksekusi secara tidak manusiawi oleh tentara Belanda. Beberapa hari sebelum kejadian ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Belanda, Saubari berwasiat kepada  Purwito “Kelak jika ada keluarga saya mencarinya, saya Saubari Nglondong dan Ahmadi Kauman Parakan”.

 

Suasana mencekam, ketakutan, dan kepanikan menyelimuti warga Dusun Sempon kala itu, melihat kedua pahlawan yang sudah tidak bernyawa dengan dieksekusi tidak manusiawi oleh tentara Belanda. Setelah tentara Belanda beranjak pergi meninggalkan lokasi kejadian eksekusi, warga segera mengebumikan dua pahlawan yang sudah tidak bernyawa tersebut dengan dibawa menggunakan rigen tembakau dan dikafani terlebih dahulu, kedua pahlawan tersebut dikebumikan di pemakaman Dusun Sigarut, Desa Rejosari, Kecamatan Bansari, Temanggung.

 

Setelah peristiwa gugurnya Saubari dan Ahmadi di tangan Belanda,sore harinya datang seorang tentara Indonesia, komandan kompi bernama Sukarno yang datang untuk mengkonfirmasi dua anak buahnya telah gugur, untuk memastikan bahwa kedua anak buahnya telah dikebumikan dengan layak.

 

Tidak berselang lama dari gugurnya kedua pahlawan tersebut, datanglah pasukan tentara Belanda beramai-ramai medatangi kediaman kepala Desa Rejosari atau lurah Sempon yaitu Pawiro Sumarto Sudayat, maka terjadilah dialog antara komandan pasukan Belanda dengan Sumarto “Dimana tentara Indonesia” ucap komandan pasukan Belanda,”Disini tidak ada tentara Indonesia” ucap Sumarto, “Dimana lurah Sempon!”, “Lurah Sempon pergi”, “Kamu siapa!?”, “Saya pembantunya”.

 

Pasukan Belanda tidak mengetahui bahwa yang diajak berdialog yaitu lurah Sempon, karena pasukan Belanda tidak kunjung menemukan tentara Indonesia, maka pasukan Belanda kemudian membakar rumah lurah Sempon. Namun naas bagi pasukan Belanda, karena kobaran api itu menjalar ke rumah sampingnya, yaitu milik Rejo Durio Bolot, pasukan Belanda diancam oleh Rejo, yang sebelumnya telah melumpuhkan dua orang pasukan Belanda, “Kalau api tidak segera dipadamkan, dua pasukan Belanda akan dibakar!” tutur Rejo kepada pasukan Belanda. Karena ketakutan, pasukan Belanda segera memadamkan kobaran api yang melahap rumah lurah Sempon. Semenjak kejadian tersebut Belanda pergi meninggalkan Sempon.

 

Saubari dan Ahmadi adalah dua pahlawan kusuma bangsa yang gugur di pelataran Rejosari, harapan tumbuh seribu bunga di Desa Rejosari sebagai penerus perjuangan, pengorbanan jiwa dan raga yang akan selalu dikenang. Jiwa kepahlawanan dan kesatria keduanya akan selalu menginspirasi kita sebagai generasi penerus bangsa.

 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawanya. Seperti kata Bung Karno “Jas Merah” yang merupakan singkatan dari “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Untuk mengenang perjuangan keduanya, diabadikan menjadi salah satu nama jalan “Saubari”di Kecamatan Parakan dan jalan kantor Desa Rejosari, jalan Saubari-Ahmadi No.1 Desa Rejosari, Kecamatan Bansari, Temanggung.

S1- Sastra Indonesia

Satria Akbar Remanatha


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
chat
chat